Pages

Senin, 12 Desember 2011

BURUNG BEO DAN SAUDAGAR KAYA


Dikisahkan ada seorang saudagar kaya memiliki seekor burung yang sangat bagus. Dia meletakkan burung itu di dalam sebuah sangkar.
Pada suatu hari saudagar kaya itu pergi ke India tempat asal burung itu. Dalam perjalanan, saudagar itu bertanya kepada burungnya apakah dia dapat melakukan sesuatu untuknya.
Burung itu menjawab agar dirinya dilepaskan karena ingin udara kebebasan. Tapi saudagar itu menolak.
Karena permintaannya ditolak, burung itu kemudian mengajukan permintaan lain. Dia ingin dibawa ke sebuah hutan di India dan meminta saudagar itu agar mengumumkan kalu dirinya telah ditangkap kepada burung-burung yang ada di hutan.
Si saudagar itu menyetujui permintaannya. Dan tidak lama kemudian dia berbicara kepada seekor burung liar yang bentuknya mirip dengan burung miliknya. Burung liar itu tiba-tiba terjatuh. Burung itu pingsan dan tidak sadarkan diri. Jatuh dari atas pohon ke tanah.
Si saudagar mengira kalau burung liar itu adalah saudara burung miliknya, dan dia mungkin sangat sedih mendengar berita kalau saudaranya di tangkap. Si Saudagar itu pun bersedih karena menganggap dirinya penyebab kematian burung itu.
Ketika saudagar pulang dari hutan, burung miliknya bertanya apakah ada kabar baik untuknya dirinya?
Si saudagar menjawab, “Tidak! Bahkan aku berfikir ini berita buruk. Suatu hari saudaramu pingsan dan jatuh dari pohon. Jatuh pas di kaki ku ketika aku mengatakan kepadanya tentang penangkapan dirimu.”
Setelah itu si saudagar berhenti dari bicara, entah bagaimana tiba-tiba burung miliknya tiba-tiba pingsan dan jatuh di adalam sangkar.
Rupanya berita tentang kematian saudaranya telah membuatnya sedih dan pingsan pula, pikir si saudagar.
Dengan perasaan sedih, saudagar itu membuka pintu sangkarnya dan mengulurkan tangan untuk mengambil burungnya yang pingsan. Lalu dia meletakkan burungnya itu di atas kusen jendela rumahnya.
Tapi, dalam sekejap si saudagar di buat kaget. Karena burung miliknya pulih kembali dan sehat dengan cepatnya. Burung itu lalu terbang menuju dahan sebuah pohon. Kemudian burun itu berkata kepada saudagar , “sekarang Anda akan mengerti . Apa yang anda pikirkan itu kabar buruk dan malapetaka itu justru kabar baik buat saya lanjut burung itu.”
“Berita tentang penangkapanku kepada saudaraku itu sesungguhnya pesanku kepada saudaraku tentang kebebasasnku.”
Dan burung itu pun segera mengepakkan sayapnya dan terbang ke angkasa kebebasan.

                                      
Things to Think?
Diceritakan bahwa saat Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW berjumpa dengan seorang yang sudah renta. Lalu beliau bertanya kepadanya, “Siapakah tuan?” Orang tua itu menjawab, “Akulah Dunia.”
Dunia  dalam Bahasa Arab yang berasal dari akar kata sesuai ilmu saraf, dana, yadnu yang berarti yang tidak langgeng, temporal, yang hilang, dan yang cepat berlalu. Dalam sebuah syair lagu yang digubah Rhoma Irama berkolaborasi dengan musikus India disebutnya Sifana.
Dikatakan bahwa dunia diciptakan sesungguhnya untuk menjadi sarana, fasilitas, untuk mempermudah pengabdian dan ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an sendiri diistilahkan dengan menjadikan sebagai syakhkharalakum menjadi sesuatu yang serviceable.
Kata serviceable diambil dari pemikiran Ismail al-Faruqi, seorang pemikir Islam keturunan Yahudi yang gencar dengan ide-ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan pada penghujung tahun 80-an.
Namun dalam prakteknya, fasilitas yang mestinya menjadi alat penghambaan dan ibadah kepada Allah SWT sering malah sebaliknya, menadi penghalang. Dan tidak sedikit malah menjauhkan diri dari Allah SWT.
Demi dunia orang rela melakukan pemujaan pada Setan, melakukan pesugihan, babi ngepet, kantong wewe, memelihara tuyul, dan semacamnya. Yang akhirnya menjauhi dan mengingkari bahkan kafir kepada Allah SWT.
Dalam pandangan sufi, dunia itu menjadi penghalang. Karenanya, para Sufi lebih suka mengikuti jalan hidup sebagai zahid. Mereka menjauhi kehidupan dunia yang hedonisti-yang memanjakan kenikmatan dan keenakan, dan selalu melalaikan hati untuk dekat dan ingat kepada Allah SWT.
Barangkali ada baiknya juga disinggung apakah untuk menjadi sufi harus menjadi zahid,  menjadi asketik, dan sebaliknya, tidak boleh kaya? Dalam sebuah surat yang ditulis salah seorang dalam majalah Sufi yang diasuh ustadz Lukman Hakum, dikatakan bahwa menjadi sufi yang kaya tidak masalah, karena intinya menjadi sufi adalah orang yang selalu dekat dan dapat merasakan serta ma’rifat kepada Allah SWT. Memang sulit!
Dalam pandangan para teolog, seperti Dr. Nurcholis Madjid dengan ide-ide desakralisasi yang non-Tuhan, orang tidak boleh serta diharamkan tunduk, dan apalagi sampai menjadi abdi budak dunia, karena hal itu melanggar fitrah dan kehormatan manusia sebagai sebaik-baiknya ciptaan Allah WST. Kata Dr, Nurcholis Madjid – Mirip dengan bertauhid secara benar, maka manusia tidak boleh menundukkan kepalanya kepada dunia, kecuali kepada Allah SWT.
Jadi, menjadi naïf, absurd, konyol, kalau manusia, yang sudah di deklarasikan sendiri oleh pencipta-ya, Allah SWT, sebagai makhluk yang mulia malah menjadi budak dan hamba dunia.
Dan seperti dalam kandungan syair Sifana, Rhoma Irama, dikatakan bahwa dunia tidak akan berhenti menggoda dan memperdaya manusia dengan segala bujuk rayu, kesenangan, dan keindahan bahkan keabadian.
Yang kaya terus tergoda tidak ada puasnya, yang miskin terbuai impian mengejar-ngejar dengan segala daya dan cara. Demi dunia, orang tidak pernah menyerah, never say die. Sehingga dia pun rela menjadi budaknya atau binasa menjadi korban bujuk rayunya.
Dunia adalah mirip dengan burung beo yang dengan cerdas, licik, dan penuh tipu daya muslihatnya memperdaya si Saudagar kaya itu


Another Posts:

0 comments:

Posting Komentar